[Mini Project] What We Want

www1

MACAROON SEOUL’S MINI PROJECT:
WHAT WE WANT

A compilation of drabbles written by:

Angela Ranee – aurora – kateejung – laxies – BaekMinji93 – echaakim

based on prompt:

“I think we want different thing.

♦ ♦ ♦

Angela Ranee's

(P.S.: Dedicated to the guy whose name is in the story. I love you.)


Aku dan pria bernama Dwijendra itu… bisa dibilang lebih banyak perbedaannya ketimbang kesamaan. Dari yang paling mendasar saja, aku perempuan dan Jendra laki-laki. Aku pendek, tapi tubuh Jendra menjulang tinggi. Aku suka kopi, tapi Jendra suka teh. Aku suka membaca, sementara Jendra melihat halaman sampul novel Sapardi Djoko Damono saja sudah mengantuk.

Perbedaan-perbedaan itulah yang membuat baik aku maupun Jendra menjadi dua pribadi yang unik, meski tidak jarang pula menumbuhkan bibit-bibit percekcokan di antara kami. Ah, aku jadi ingat ketika kami saling memberikan silent treatment setelah menonton film Civil War. Salah sendiri dia membelot kubu Iron Man. Padahal sejak awal aku sudah menyatakan diri sebagai penggemar garis keras Captain America.

Tapi tidak selamanya perbedaan sifat, jalan pikiran, maupun kemauanku atau Jendra menjadi awal perselisihan dalam hubungan kami. Seperti malam hari ini, misalnya. Lagi-lagi, kami menginginkan dua hal yang berbeda, sangat berbeda malah. Tapi tidak seperti waktu-waktu sebelumnya, malam ini aku dan Jendra sepakat untuk menerima perbedaan keinginan tersebut dengan senang hati.

Let’s make a deal for the rest of our life. Aku mau mendapatkan seluruh hatimu, dan kamu bisa mendapatkan nama belakangku sebagai gantinya, bagaimana?”

Oh, apakah menurutmu ada jawaban lain yang lebih tepat daripada “setuju”?

.

.

aurora's

“Jangan Efek Rumah Kaca terus.”

Tanganku ditahan Jordan sewaktu ingin mencolokkan kabel penghubung ponselku dan pemutar musik di mobilnya. Mobilitas sedang macet, aku dan Jordan adalah dua dari orang-orang yang terjebak di dalamnya. Kupikir tidak ada salahnya mendengarkan band favoritku untuk mengusir kebosanan dalam perjalanan cat shelter tujuan kami.

“Eh? Kenapa?” tanyaku, agak tolol. Sudah dua tahun menjadikan cowok di sampingku sebagai pacar slash supir pribadi, aku masih saja bertanya kenapa. Dia punya ketertarikan berlebih pada musik-musik electro. Lagu-lagu dalam playlist harianku kecil kesempatannya untuk bisa masuk playlist Jordan.

“Gantian. Kemarin kamu sudah menyetel Sinestesia sepanjang jalan. Hari ini Alan Walker, dong.”

Aku dan Jordan: pasangan beda selera in a nutshell.

“Kalau bukan Faded pasti Routine,” dengusku. “Nggak bosan?”

Mobil di depan kami mulai bergerak maju, membuat Jordan menancapkan gas lagi. Dia masih sempat memberiku gelengan sembari fokus pada kemudi.

“Kamu sendiri nggak bosan sama Desember?” ia bertanya balik.

“Desember ada liriknya, kalau Routine apa coba? Resolusiku tahun ini adalah untuk memahami selera musikmu.”

Tahu-tahu tangan kirinya kabur dari setir untuk menjepit hidungku. Sebuah senyum lebar eksis di wajahnya.

“Selera musikku jelek, tapi selera cewekku tidak. Sekarang tolong putarkan Faded, ya?”

Rude,” ucapku singkat sambil menghubungkan ponselku dan speaker, lantas mencari lagu yang di-request dalam playlist Driving with Him’.

.

.

kateejung's

“Aku capek,” kata Djuan sambil membaringkan kepalanya ke atas meja baca perpustakaan. Di depannya ada setumpuk kertas berisi rancangan kerja dan proposal kegiatan OSIS sekolah. Aku yang sedari tadi menemaninya bekerja langsung memindahkan perhatianku—yang awalnya kutujukan pada kumpulan aksara di dalam buku bersampul tebal—kepadanya. “Nyanyikan aku sebuah lagu?” pintanya kemudian dengan kepala yang masih menelungkup di atas meja.

Aku tersenyum kecil, “Bagaimana kalau mulai sekarang aku buatkan kamu satu playlist yang bisa kamu dengerin kalau bosan? Ya soalnya kamu tahu kan kalau suaraku sumbang.”

Dapat kudengar gelak tawa ringan yang menenangkan jiwa, semerdu kicauan burung di pagi hari dan seteduh matahari di kala senja.

“Baiklah, kamu menang hari ini.”

Jarum jam di dinding menunjuk ke angka empat, seharusnya Djuan ada di ruang rapat OSIS bersama Rama dan yang lainnya sekarang. “Kamu nggak rapat?” tanyaku saat melihatnya masih terlihat santai di tempat.

“Hari ini aku off,” jawabnya sembari berdiri, “Mau makan waffle?”

“Kenapa off?” Aku mengabaikan ajakannya makan waffle. Seharusnya Djuan ada di ruang rapat, bukan makan waffle denganku.

“Tunggu.” Djuan mengambil handphone-nya, mengotak-atik benda mungil itu lalu kemudian memasangkan earphone ke kedua telingaku. Sekarang di telingaku, telah terdengar sebuah instrumen yang menguras emosi.

Begitu selesai, aku menatap kedua mata Djuan yang jernih. Djuan lalu tersenyum sangat lebar, “Franz Liszt, Liebesträume no. 3: ‘Dreams of Love’. Kamu suka?” tanyanya.

“Iya.” Kemudian kuraih tangan Djuan yang sedari tadi memegang pensil, “Aku tahu kamu stress mikirin semua proposal dan rancangan kerja ini, tapi jangan lalai dari tanggung jawab-mu, Dju. Instrumen tadi merupakan luapan perasaanmu sekarang kan?”

Djuan menepuk-nepuk puncak kepalaku dan berbisik, “Terima kasih telah ada di sampingku.” Dan aku hanya tertawa menanggapinya.

“Jadi, hari ini kamu tetap ikut rapat kan?”

Nggak. By the way, daripada makan waffle, ayo ke Dunkin’ Donuts, kita coba sandwich mereka yang baru!”

.

.

laxies's

“Sudah, ah, aku lelah.”

“Mau sampai kapan bilang lelah? Sampai jadi kakek-kakek demensia yang kepalanya botak gitu? Sudah lanjutkan tugasmu!”

Pria berambut cokelat itu tiba-tiba duduk tegak. “Hey, Diana! Kalau aku jadi kakek-kakek nanti, pasti aku jadi kakek paling ganteng sepanjang masa, lalu punya nenek-nenek cantik di samping untuk diajak demensia bersama, tahu!”

“Cih, mana ada yang mau diajak demensia bersama. Konyol,”  gumam yang perempuan. Tak peduli pada yang berceloteh, Diana lebih memilih terus mengerjakan tugasnya.

Sayangnya itu gumaman yang terlalu keras untuk didengar Alan. “Memang kamu maunya apa sih?!” Alan bertanya setengah gemas.

“Punya hidup tenang tanpa kehadiran cowok berisik yang superpemalas!”

Mata hazel gadis itu mendelik sinis, terlampau kesal karena tugas kelompok ini jadi seperti tugas individu rasanya! Pasalnya mereka sudah mengerjakan ini selama lima jam dan pria itu baru membaca dua halaman materinya. Dua dari empat ratus tiga puluh halaman. Ha. Mengenaskan.

Ck, ck, ck. Kayaknya kita punya keinginan yang beda ya, Di. Kalau aku mau kamu yang jadi nenek-nenek cantik itu, yang terus ada di samping aku sampai kita terpisah oleh ajal.”

Dan akhirnya, sebuah kamus setebal lima ratus halaman, sukses mendarat dengan keras di kepala Alan Smith.

.

.

BaekMinji93's

Makan malam adalah saat yang paling kunantikan di kala sang surya berpulang ke peraduannya. Namun hari ini sepertinya akan berbeda dari biasanya. Raut cerah yang biasanya tergambar dengan jelas di wajah kedua buah hatiku seolah tak ingin bertandang di wajah mereka secuil pun. Tunggu, sepertinya ada yang sedang tidak beres.

Suasana hening menyelimuti kami berempat, namun sepertinya Milan—suamiku—tak menyadari hal itu, lantas tak ada salahnya aku menendang kakinya dengan keras. Sedikit merasa bersalah sih saat melihatnya tersedak, namun kupikir ini satu-satunya jalan terbaik.

“Callie, Calvin, apa kalian sedang ada masalah? Jika benar seperti itu, kalian bisa menceritakannya pada ayah dan ibu,” tanya Milan lembut.

Alih-alih menyahut pertanyaan sang ayah, keduanya hanya menggeleng pelan.

Kini giliranku yang membuka suara. “Ibu tahu kalian sedang menyembunyikan sesuatu. Ayo cerita pada ayah dan ibu, apa di sekolah kalian baik-baik saja?”

Entah kenapa tiba-tiba mereka menangis dengan keras.

“Mereka semua mengatakan jika vampire itu jahat. Vampire itu menghisap darah manusia dan harus dimusnahkan,” aku keduanya.

Tak dapat kupungkiri, aku pun turut sedih mendengarnya. Tapi toh bagaimanapun fakta tersebut sudah mendarah daging di kalangan masyarakat umum.

“Ayah pikir sepertinya kita butuh hal yang berbeda,” gumam Milan yang sontak membuat kami bertiga memberikan tatapan bertanya. “Mulai sekarang, ayah harap kalian dapat membiasakan diri untuk memakan sayur dan buktikan jika kaum vampire juga dapat berlaku seperti manusia biasa. Kalian setuju?”

Hell … apa-apaan ini? Berubah menjadi vampire vegetarian?

Dasar bodoh!

Tapi … jika ditilik lebih dalam, menjadi sosok vampire vegetarian tak ada salahnya. Setidaknya aku harus berterima kasih pada Milan saat ini, karenanya aku dapat merasakan sensasi menjadi manusia kembali meski hanya sejenak.

.

.

echaakim's

“Aku mau ini dan yang ini,” kata Sandy sambil memasukkan berbungkus-bungkus snack berukuran besar ke dalam troli yang kudorong. Supermarket sedang ramai, mungkin karena nanti malam adalah malam tahun baru. Kukira tak jadi masalah kalau Sandy ikut serta dalam sesi membeli kebutuhan untuk persiapan acara menyambut tahun baru di rumah teman kami, Djuan.

“Tapi Rani cuma memberi uang buat beli keperluan acara kita, dan snack tidak termasuk di daftar,” sahutku, buru-buru mengeluarkan kertas berlipat empat dan menunjukkannya pada Sandy. Demi Tuhan, dompetku tertinggal dan si bocah besar ini sama pikunnya denganku.

“Semua orang suka makanan ringan,” dengus Sandy. “Lagipula aku percaya Rani nggak keberatan kalau uangnya kita belikan sedikit jajanan.” Kemudian dia cemberut seperti anak kecil yang tidak diperbolehkan membeli mainan.

Tolong ingatkan kalau aku sedang mengencani laki-laki yang hampir berumur sembilan belas, bukan anak kecil.

“Maaf, San, tolong kembalikan mereka ke tempat semula, oke?” tolakku, mencoba tegas. Sumpah mati, aku bahkan sedang dilanda ketakutan luar biasa kalau ternyata total harga belanjaan kami melebihi jumlah uang yang diberikan Rani.

Sandy memasang raut kesal sembari membawa sekumpulan snack yang batal menjadi miliknya.

I’m so sorry, little duck.”

“Nevermind. Cuma cukup tanggung jawab kalau aku—“

Ngambek?” Tanyaku, lalu menarik pipinya sampai dia mengaduh. “Jangan kayak anak balita, Sandy. Sudah punya KTP masih saja suka merajuk.”

Dia tertawa. “Ya, biar. Eh iya, ini jadi dibeli kan? Harus jadi dong.”

.

.

.

FIN


 

catatan betis (umum):

  1. anda baru saja membaca hasil dari usaha kecil kami semua untuk mengusir writer’s block. makasih. tq. merci. arigatou.
  2. maaf ya kami update 1000 tahun sekali. maaffff banget soalnya kami semuanya anak sma, jadi pada sibuk sama sekolah sendiri sendiri 😦
  3. selamat buat anggota baru kita, Angela Ranee, yang akhirnya debut sebagai penulis di blog ini!!

catatan betis (spesial):

SELAMAT YA RANITTA PRAWIRADINATA (bukan nama sebenarnya) TELAH KELUAR DARI DUNGEON DAN DEBUT SECARA RESMI. ayee betah betah di sini ya m8 terus berkarya!!

– aurora

Selamat kepada mamanya Angga, Bagas, dan Cakra yang debut melalui drabble-mix ini.

– kateejung.

Selamat untuk jodoh kekalnya Dwijendra Kusuma Prawiradinata atas debutnya.

– echaakim.

7 thoughts on “[Mini Project] What We Want

Comment?