Vehement [Prolog]

vehement

VehemenT

starring Kris Wu (Wu Yifan) genre Sci-fi, University!AU rate PG-15

[status : Prolog/Vignette]

fanart belongs to polotentse

.

Kris Wu begitu bersemangat, bahkan api semangatnya akan terus berkobar.

.

 


Halo. Ah, sebenarnya ini permulaan yang terasa canggung. Aku tak tahu harus memulainya dari mana, mungkin aku tak akan pernah memulai. Baiklah, itu hanya satu dari ribuan gurauan tak bermutu buatanku. Aku adalah Kris Wu, ya, hanya itu. Tidak, tentu saja aku berbohong padamu. Hmm… aku manusia biasa yang tinggal seadanya di dalam lingkup kota bernama Vancouver. Yup, itu di Kanada, aku blasteran Cina-Kanada (dan itu yang menyebabkan aku bermarga Wu).

Sebenarnya itu masih informasi umum, yang lainnya masih kusimpan rapat-rapat. Kau tahu, masalah personal. Tapi, untuk melengkapi kisah hidupku yang menjemukan ini, kau akan menemukan satu situasi di mana aku benar-benar merasa beruntung bisa hidup dan dilahirkan sebagai seorang manusia. Ya, aku bersyukur—setidaknya sebelum peristiwa itu terjadi.

.

.

.

Aku baru berumur 19 tahun, baru saja menempuh semester pertama dunia kampus. Oh, aku tak akan menyebutkan namanya, yang pasti kampusku itu besar dan terkenal di Kanada. Baiklah, kembali lagi pada keadaanku. Rasa-rasanya kau tak akan mau melihat penampilan keseharianku. Ketahuilah, aku bukan pangeran tampan yang dipuja banyak orang. Lelaki sepertiku—yang memakai kemeja kotak-kotak yang dimasukkan ke dalam celana katun hitam, sepatu pantofel hitam mengilat yang berdecit, kacamata besar yang bertengger di hidung, dan kawat gigi. Itu sudah jelas, bukan?Aku adalah si dungu yang senantiasa mendapat perlakuan ‘istimewa’ di sini. Kampusku memang terkenal dengan orang-orang pintarnya, namun juga terkenal akan kebengisan mereka dalam menindas makhluk dengan jenis sepertiku.

Sebenarnya ini terlalu klise, karena aku merasa ini adalah hal yang wajar dalam dunia perkuliahan. Program pendewasaan diri, mereka biasa menyebutnya. Aku tak tahu apanya yang membuatmu dewasa jika setiap hari wajahmu bertemu air kloset atau setidaknya disiram minuman biru bernama Slushie. Mungkin setelah itu kau akan merasa menyesal telah masuk universitas ini.

Tapi aku tak pernah menyesal.

Aku senang berada di sini, karena itu berarti aku masuk golongan orang pintar. Yah, walau harus tertindas kaum barbar. Setidaknya aku dapat kebanggaan tersendiri menjadi bagian dari universitas ini. Keluargaku pasti bangga jika aku berhasil lulus dengan predikat cumlaude. Hah, aku bahkan bisa merasakan harumnya kebanggaan itu saat kini aku mulai memasuki pelataran kampus.

“Kau Kris Wu?”

Langkahku terhenti dan beralih melihat seseorang di hadapanku. Ah, siapa ini? Seniorku?

“Um, ya, aku Kris Wu. Ada apa?”

Dia tersenyum kepadaku dan mengulurkan tangannya. “Aku Brian Revine, seniormu di semester 3.”

Sebenarnya aku masih heran dengan semua ini, namun apa boleh buat, aku tetap harus membalas uluran tangannya sebagai tata krama. Selanjutnya dia dengan ramah mengajakku untuk pergi ke laboratorium tempatnya melakukan penelitian untuk ujian akhir nanti. Omong-omong, aku memang mengikuti jurusan Kimia dan Teknik Fisika. Sebenarnya aku sudah tak asing dengan yang namanya laboratorium, tapi aku tak pernah ke laboratorium di lantai 3 kampusku. Para mahasiswa semester 1 dan 2 biasa menggunakan laboratorium di lantai dasar. Aku tak menyangka jika ruang laboratorium ini akan sebegitu menakjubkannya sampai-sampai membuatku terpana hingga mulutku terbuka sedikit. Brian mengajakku lebih ke dalam dan dia menjelaskan beberapa proyek milik temannya dan hingga akhirnya otakku memunculkan suatu pertanyaan: kenapa ia tak kunjung menunjukkan penelitiannya padaku?

Saat dia tengah menjelaskan salah satu robot bernama ‘KOKI EINSTEIN SERBAGUNA’ milik temannya, aku menghentikan langkah dan berpaling padanya. “Brian, dari tadi kau terus menunjukkan proyek teman-temanmu, di mana proyekmu? Kudengar kau yang paling cerdas di angkatanmu, jadi pasti penelitianmu akan lebih menakjubkan!” Aku berujar dengan semangat karena yah, aku agak gila jika menyangkut segala hal tentang ‘penelitian’.

Brian tersenyum lembut padaku seakan mengerti betapa berkobarnya semangat dalam diriku. Oh ayolah, sedari tadi aku sudah mengobrol banyak dengannya dan dia nampak mudah akrab dan baik hati. Brian bahkan tak malu berjalan bersama pria culun sepertiku di tengah keramaian koridor kampus. Ck, tipe pangeran tampan nan baik hati yang amat cerdas. Suatu saat aku ingin seperti Brian.

“Sebenarnya aku mengajakmu ke sini untuk meminta bantuanmu, Kris,” katanya, “aku ingin bekerja sama denganmu untuk penelitianku.”

Mataku berbinar dan membalas, “Tentu saja aku mau, Brian! Aku akan dengan senang hati membantumu untuk penelitian!”

Brian tersenyum senang, begitu pun denganku. “Jadi? Di mana?”

Brian memiting leherku dengan gaya akrab, sementara aku rasanya begitu tercekik di antara bisepnya.

“Proyekku ada di laboratoriumku sendiri.”

.

.

.

“Ini? Lab-mu?” tanyaku saat kami sudah sampai di dalam sebuah gudang yang ternyata adalah laboratorium pribadi yang megah dan lengkap (lebih menakjubkan dari laboratorium mana pun di kampus). Dan semua ini milik seorang Brian Revine.

“Ya, memangnya milik siapa lagi?”

Brian tersenyum bangga dan melangkah masuk setelah sebelumnya memakai jas laboratorium yang berwarna putih. Aku pun mengikutinya dan beralih mensejajarkan langkahku dengannya.

“Kenapa kau tidak mengerjakannya di kampus? Bukankah ini untuk ujian akhir?”

Brian tertawa renyah dan berucap, “Tentu saja ya, Sobat. Penelitianku ini untuk ujian akhir dan oleh sebab itu aku meminta bantuanmu karena ini adalah sebuah proyek besar.”

“Oh Brian, kau terlampau hebat untuk meminta bantuan kepadaku yang hanya seorang mahasiswa semester 2 ingusan. Aku jadi tak yakin bila kau saja yang sudah hebat menyebut ini ‘proyek besar’. Aku takut mengacaukannya, Brian.”

Brian menghentikan langkahnya dan menatapku. Entah kenapa aku merasa dia sedikit tersulut emosi, namun aku menyangkalnya. Barangkali aku berhalusinasi karena sungguh, yang kini tampak di wajahnya adalah sorot hangat yang mampu meredam kegelisahanku.

“Kau pasti bisa, Kris. Aku tak akan pernah bisa mengerjakannya tanpa dirimu. Ah, dan sepertinya kita telah menghabiskan banyak waktu. Lebih baik kita bergegas, Kris.”

Dia merangkul bahuku dan mendorongku berjalan mengikutinya. Kami tiba di ujung ruangan dan aku dapat melihat banyak alat canggih nan mahal berjejer dengan rapi di sana. Aku terpana, sungguh terpana. Aku tak tahu jika aku bisa berhadapan langsung dengan mesin-mesin pengembang Sains yang hanya bisa kulihat di internet. Tungkaiku bergerak menghampiri mesin-mesin itu tanpa memedulikan eksistensi pemiliknya. Pernyataan aku yang akan menjadi gila jika sudah menyangkut Sains memanglah fakta.

“Kris,” panggil Brian, “kau harus membantuku sekarang. Sudah cukup acara terpesonanya.”

Aku tak peduli. Setidaknya aku harus bisa menyentuh semua mesin-mesin ini, merasakan bagaimana aku menyentuh lapisan dingin baja ringan yang sungguh aku pun tak mengerti kenapa bisa ringan.

“Kris!”

Aku tetap tak peduli.

Hingga saat seseorang menepuk bahuku dan menancapkan jarum suntik, aku benar-benar tersadar. Tidak, maksudku aku akan segera ambruk. Sebelum aku pingsan, aku masih sempat menoleh ke arah orang itu.

Ia berkata, “Terima kasih sudah membantuku, Kris.”

Dan semuanya benar-benar hitam.

.

.

.

Sejenak aku tersentak. Aku hampir mengeluarkan kedua bola mataku kalau saja aku tak bisa mengontrol diri. Aku tak pernah ingat tempat ini. Ini adalah sebuah ruangan santai dengan beberapa sofa yang terlihat empuk dan nyaman, lalu dindingnya berwarna merah dengan corak vintage yang terasa pas dengan sofanya, juga ada beberapa rak kaca yang berisi keramik kuno bangsa Tiongkok. Di kakiku juga terdapat karpet bulu berloreng yang mungkin hakikatnya terasa hangat. Tapi tidak, suhu di ruangan ini begitu dingin bahkan lampu pun terasa terlampau temaram untuk ukuran ruang santai yang megah.

Aku hendak berdiri namun rasanya kaki-kaki panjangku telah berubah menjadi agar-agar. Jadi aku menyerah dengan berdiam diri di sofa yang tepat berhadapan dengan sebuah perapian yang mati walau ada beberapa kayu bakar yang tampak sudah hitam dan mulai membeku. Tunggu, membeku?

Sebenarnya, berapa suhu di ruangan ini? Aku bisa merasakan dinginnya namun rasanya tubuhku tetap hangat. Ini aneh, biasanya aku tak pernah tahan dingin. Namun sepertinya kebiasaanku masih bisa kumat. Hidungku gatal dan siap untuk bersin.

HATCHI

Dan aku bersin sekaligus menyemburkan api tepat mengarah ke perapian yang kini menyala. Aku? Menyemburkan api? Astaga, aku pasti gila!

Akibat semua kegilaan ini, aku memaksakan diriku untuk bangkit berdiri namun tiba-tiba rasa sakit menyerang punggungku. Ada apa denganku? Cairan apa yang disuntikkan Brian pada tubuhku tadi? Sialan! Aku baru saja ditipu olehnya!

Aku meraung dan dengan susah payah berjalan merayapi dinding dan meraih sesuatu di atas perapian. Itu surat.

Aku baru saja memasukkan serum DRG1990 pada tubuhmu, Kris. Kau telah membantu proyekku. Selamat!

Salam cinta,

B.R.

“Serum DRG1990? Itu berarti…”

.

.

.

“…aku telah menjadi mutan.”

[To Be Continue]

Or

END?

This will be a prolog or just a vignette. I’ll see your respond about it. Tbh, I need your review too! =))

NILAM

12 thoughts on “Vehement [Prolog]

    1. Masa sih keren? Tapi kan sima zenpay lebih keren ;””3
      Iye udah aku lanjut wkwk
      Thanks udah baca sim ❤ ❤

      Like

    1. HIHI LHAKOK NYERIKKE NGENE IKI CAH BRIANE, DASAR LELAKI ULAR._.v

      Fiksi kamu mah enak dibaca semua nae mah mwoya hanya sebatang korek api sekali jegres langsung toklek :”) Lanjut haha biar makin banyak sci-finya bhaq

      ngahaha jadi hulk nggak? menjurus ke super hero taq? ku tunggu kelanjutannya :3

      /kibaz cintaku untukmu,
      xx, Ay

      Like

      1. KAMU TEH NGOMONG NAON YU AKU TEU NGARTI T.T

        Enak dibaca apaan :”” wong absurd semua gitu fiksiku. Duh pengibaratannya korek api subhanallah :”) Iyaa udah ta lanjut wkwk

        Still secret, ntar spoiler ah ga seru hahahaha:3
        Thanks udah baca yuu ❤

        Like

  1. halo nilam! permulaan yang bagus, aigoo! ide kamu bagus banget say T.T kris jadi mutan ya? by the way, lanjutin aja ke chapter satu, ini udah perfect banget oWo keep writing, senpai! 😉

    Like

    1. Halo ketlin! ❤
      Duh iki ide aku sebenernya absurd semua :" Haha iyaa kris jadi mutan. Zip senpai sudah ta lanjut wkwkwk

      Thanks udah baca lin~ ❤

      Like

Comment?